PEMBANGUNAN TELAGA DESA DI DIY
Memadukan Fungsi Konservasi dan
Ruang Publik
Telaga desa merupakan
rekayasa konservasi lingkungan untuk penampungan air hujan dengan menahan air
hujan agar tidak segera lari ke sungai. Telaga desa berfungsi untuk mengisi (recharge)
air tanah sehingga mengurangi penurunan muka air tanah (sumur) terutama pada
saat musim kemarau. Fungsi utama telaga desa hampir sama dengan embung yaitu
sebagai penampung atau tendon air. Namun telaga desa fungsi utamanya sebagai
media untuk memanen air hujan (rain harvesting) dan bukan sebagai sumber air
untuk irigasi teknis. Sumber air telaga desa selain dari limpahan air hujan
dapat pula berasal dari mata air sekitarnya. Telaga desa dapat terbentuk secara
alami ataupun buatan (rekayasa) .
Maksud pembangunan telaga
desa adalah meningkatkan upaya konservasi lingkungan dengan mendayagunakan
lahan kas desa yang berupa ledokan atau lahan sejenis lainnya. Sedangkan tujuan
meningkatkan upaya pemanfaatan air hujan, meningkatkan dan penyelamatan sumber daya
air tanah, lahan dan hutan, menambah area ekosistem air tawar untuk
meningkatkan keanekaragaman hayati.
Perencanaan pembangunan
telaga desa dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY melalui DLHK DIY, sedangkan
pemerintah desa bertugas untuk menyediakan lahan dan sebagai pengelola bangunan
telaga desa. Sedangkan yang berfungsi sebagai pengawas adalah Pemerintah
Kabupaten. Aset tanah dari lokasi telaga desa sebagian besar merupakan tanah
kas desa ataupun sultan ground. Dana
pembangunan telaga dan komponen fasilitas penunjang dianggarkan melalui Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY. Inventarisasi pencatatan aset
bangunan telaga desa untuk sementara tercatat sebagai asset DLHK DIY.
Pelaksanaan
pembangunan telaga desa DIY dilaksanakan oleh pihak ketiga yang sebelumnya
telah melalui mekanisme dan proses lelang. Saat ini di DIY sudah terbangun 5
(lima) telaga desa yang dilaksanakan oleh DLHK DIY yaitu :
1. Telaga Desa Potorono,
2. Telaga Desa Panggungharjo,
3. Telaga Desa Baturetno,
4. Telaga Desa Selomartani, dan
5. Telaga Desa Babarsari.
Tentunya dalam pelaksanaan
pembanguanan telaga desa di DIY tidak lepas dari berbagai kendala seperti :
1. Terkait kelengkapan
perizinan untuk pemanfaatan tanah kas desa, baik ke Kasultanan maupun izin ke
Gubernur DIY. Pengurusan surat pemohonan izin pemanfaatan tanah kas desa.
2. Terkait dengan
pemeliharaan, karena sebagian besar telaga desa dibangun melalui dana APBD
Pemda DIY sehingga asetnya masih merupakan asset DIY.
3. Ketidakjelasan
terkait OPD yang akan
melaksankan pemelihara dan pengelola
telaga desa.
4. Peningkatan intensitas kunjungan masyarakat
di telaga desa berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
5. Konflik manajerial atas sultan ground dan bagi hasil ekonomi
jika akan diresmikan sebagai area wisata terbuka yang dikenakan retribusi
6. Tingkat pengamanan di
lokasi telaga desa kurang sehingga berpotensi menimbulkan terjadi kecelakaan di
lokasi telaga desa.
Upaya yang ditempuh dalam
rangka mengatasi permasalah dalam pembanguanan telaga desa adalah sebagai
berikut :
1. Pemerintah Provinsi perlu
mensyaratkan surat ijin pemanfaatan tanah kas desa untuk dapat diselesaikan
terlebih dahulu sebelum telaga desa tersebut dibangun.
2. Perlu dilakukan serahterima
asset dari Provinsi kepada Pemerintah Desa setelah bangunan tersebut selesai
masa pemeliharaan.
3. Perlu pembagian tugas yang
jelas antara pemerintah desa dengan pokdarwis terkait pengelolaan, pemanfaatan,
dan pemeliharaan telaga desa.
4. Pembatasan jumlah kunjungan
ke telaga desa untuk mengurangi dampak pencemaran dan pengrusakan.
5. Telaga desa dibangun tidak
untuk dimaksudkan untuk dijadikan tempat wisata, jika ada pemanfaatan diluar
maksud dibangunnya telaga desa tersebut, maka perlu dilakukan studi terlebih
dahulu.
6. Perlu penambahan keamanan ditelaga desa terutama
pada pagar pembatasnya.
7. Melakukan pelarangan untuk pembuangan sampah disekitar lokasi telaga.
06 July 2021
06 July 2021
09 October 2020
15 July 2020
15 July 2020
15 July 2020